Wajah Manusiawi Globalisme


Judul Buku : Runtuhnya Globalisme Dan Penemuan Kembali Dunia
Judul Asli : The Callapse of Globalism and Reinvention of the World
Penulis : John Ralston Saul
Penerjemah : Dariyantno
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : Pertama, April 2008
Tebal : xvi + 516 halaman

Globalisasi telah menyusutkan ruang dan waktu. Ini tercermin dengan peningkatan interkoneksi dan interdependensi sosial, politik, ekonomi, dan kultur dalam skala global.

Namun tidak semua orang merasakan globalisasi dengan cara yang sama. Kenyataannya, orang-orang yang hidup di berbagai belahan dunia dipengaruhi oleh transformasi besar struktur sosial dan zona kultural dengan sangat beragam. Globalisasi tampaknya melahirkan peluang dan kekayaan yang sangat luar biasa bagi segelintir orang, dan menjerumuskan sebagian besar lainnya kedalam kemiskinan dan kesengsaraan yang memilukan. Kita harus ingat bahwa globalisasi merupakan proses awal yang perlahan-lahan memunculkan kondisi globalisasi baru dengan kualitas dan hasil akhir yang belum pasti. Hal yang bisa kita ketahui dari pengalaman masa lalu hanyalah bahwa semua periode transformasi sosial yang cepat mengancam kebiasaan, mendestabilisaasi batas-batas lama, serta merusak tradisi-tradisi yang telah mapan. Globalisasi bukan hanya menjadi perusak, tetapi juga menjadi pencipta berbagai gagasan, nilai, identitas, praktik dan perubahan.

Interpretasi awam tentang asal-usul, arah dan makna perubahan besar yang disebut dengan ”globalisasi” ini banyak terjerembab ke dalam pengertian kelompok sosial yang berbaris di belakang ideologi globalisme. Dengan menyodorkan berbagai agenda permbicaraan, pertanyaan, dan pernyataan kepada publik, para globalis secara serempak memelintir realitas sosial, melegitimasi dan mengedepankan kepentingan kekuasaan mereka, dan membentuk identitas kolektif dan personal.

Lewat penyumpalan kondisi material dan supratruktur yang secara massif dilakukannya atas orang-orang awam, kelompok globalis tersebut menyodori mereka dengan gambaran ringkas tentang dunia pasar bebas yang jauh lebih menyenangkan daripada keadaan sebenarnya. Walhasil, para ideolog pasar tersebut tidak hanya menghadirkan proses sosial dengan makna-makna milik mereka sendiri, namun juga berupaya meredam perasaan tidak aman yang menyertai semua perihal besar tersebut.

Apakah sebenarnya globalisme itu? Apa klaim-klaim utamanya? Bagaimana ia bekerja? Apakah ia ditentang oleh sistem ide lainnya? Inilah pertanyaan-pertanyaan penting yang akan dijawab dalam buku ini. Doktrin pasar bebas yang menghadirkan konsep relatif baru mengenai glolisasi dengan norma, dan makna liberal-yang kesemuanya diproduksi dan direproduksi dalam media dan budaya populer konsumsi publik.

Menurut John Ralston Saul-sebagaimana ditulis dalam buku Runtuhnya Globalisme dan Penemuan Kembali Dunia- kajian tentang globalisasi tidak selalu berarti atau berbentuk seperti yang ditunturkan kelompok globalis terdahulu. Spektisisme terhadap klaim utama globalisme telah mendorong Saul untuk mengeksploitasi kinerja ideologi yang menurut Saul merupakan mesin penghancur kapasitas manusia untuk ikut menentukan kondrat mereka sendiri, hidup bermartabat, dan relatif berkecukupan secara material (hal.109). Namun, sikap skeptis Saul pada globalisme tidak mesti ditafsirkan sebagai penolakan mentah-mentah terhadap globalisasi.

Saul lebih merasa nyaman dengan kenyataan bahwa dunia menjadi tempat yang lebih independen, yang memberikan peluang pada orang-orang untuk menemukan kemanusiaan mereka. Disamping itu, Saul juga mengidealkan adanya modernitas, pembangunan teknologi dan ilmu pengetahuan yang akan bergandengan tangan dengan membentuk kebebasan dan kesetaraan yang lebih luas bagi semua orang, dengan proteksi yang lebih efektif pada lingkungan global. Seorang penulis disini, memberikan analisis dan kritik tajam pada globalisme. Proyek kritis yang akan mendorong para pembaca untuk menganalisis kontradiksi internal dan berbagai bias dalam wacana kelompok globalis. Dengan landasan gagasan regulatif mengenai tata global yang lebih egalitarian, teori kritis mengenali globalisasi yang mentrandensikan batas-batas disiplin yang lebih sempit dalam upayanya utuk memahami bagaimana kekuatan-kekuatan global menciptakan tatanan pasar yang totaliter di abad ke-21 ini.

Menurut Saul, globalisme secara etik tak dapat dipertahankan, sebab ia terus-menerus mendahulukan relasi kepentingan pasar dari pada relasi sosial. Relasai pasar barangkali memang diperlukan, tapi demi melayani kebutuhan manusia mereka harus disubordinasikan pada kesejahteraan semua orang di muka bumi. Kekayaan kaum kaya tidak boleh dipelihara dengan mengabaikan kaum miskin. Kehidupan partisipasi politik, kehormatan, dan jaminan materil relatif harus menjadi kemungkinan riil bagi masyarakat.

Buku ini diakhiri dengan seruan untuk mempertimbangkan kembali etika dalam ekonomi dan politik global. Bahwa ideologi pasar neoliberal harus dilawan dengan etika global demokratik. Disini Saul menformulasikan etika global yang terdiri dari empat komitmen; yaitu pada budaya anti-kekerasan dan penghormatan atas kehidupan; pada budaya toleransi dan kejururan; dan kepada budaya persamaan hak, terutama kesetaraan ras dan gender.

*) Tulisan ini dimuat di Seputar Indonesia, 24 Mei 2008

Komentar

Postingan Populer