Sepak Terjang Taman Budaya Yogyakarta


Taman Budaya Yogyakarta tampak dari Depan
Yogyakarta sebagai sebuah eksiten yang menyimpan kreativitas dan pemikiran beraneka ragam, terlihat dari berbagai representasi pemikiran dan bentuk dari yang tradisional hingga kontemporer. Dinamika proses kreatif yang berlangsung dari waktu kewaktu dan penuh daya cipta ini telah memposisikan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) sebagai The Window of Yogyakarta, di mana masyarakat nusantara maupun mancanegara akan bisa mengenal, mengetahui potensi seni budaya yang dimiliki Yogyakarta.

Sejarah Eksistensi TBY
Taman budaya berdiri diawali lahirnya sebuah gagasan, dengan salah satu penggagasnya yang memiliki peran besar lahirnya Taman Budaya adalah Bapak Ida Bagus Mantra, Direktur Jendral Kebudayaan pada awal tahun 1970, an. Saat Dirjenbud berkunjung ke beberapa Negara di luar negeri menjumpai Pusat Kebudayaan Negara di luar negeri, menjumpai pusat Kebudayaan dan Kesenian begitu maju dan hidup dengan didukung sarana prasarana sangat memadai seperti: gedung pertunjukan, galeri seni, teater terbuka, ruang workshop dan lain-lain yang sangat integratif telah memberikan inspirasi untuk mendirikan pula Pusat Kebudayaan diseluruh propinsi di Indonesia sebagai ‘etalase’ seni budaya yang ada di daerah.

Setelah melalui pengkajian yang cukup panjang termasuk dengan para budayawan, maka pada tahun 1978 berdirilah Taman Budaya di beberapa propinsi di Indonesia termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Taman Budaya Yogyakarta atau yang sering disebut TBY merupakan Unit pelaksana Teknis bidang kebudayaan yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Kebudayaan, mempunyai tugas melaksanakan pengembangan kebudayaan daerah di propinsi.

TBY menempati dan mengelola Gedung Purna Budaya, yang merupakan Kompleks Pusat pengembangan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Diresmikan oleh Wakil Presiden RI, Hamengku Boewono IX pada tanggal 11 Maret 1977 berfungsi sebagai tempat membina, memelihara, meneliti dan mengembangkan kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Nama “Purna Budaya” merupakan prakarsa Sri Sultan Hamengku Boewono IX, dengan bagian-bagian rung kesenian yang dinamakan “Bangsal Panti Wurya” serta bagian-bagian ruang pameran dinamakan “Bangsal Langembara”. Bagunan “Panti Wurya” terdiri dari ruang kesenian yang dilengkapi panggung, dan didukung oleh ruang-ruang penelitian/pengembangan berupa: studio tari, perpustakaan, ruang diskusi dan administrasi. Sedangkan kelompok bangunan “Langembara” terdiri dari ruang pameran, ruang workshop serta dilengkapi ruang kantin dan guest house.

Di salah satu sudut TBY
Berdasarkan Perda Tahun 2002 dan Keputusan Gubernur DIY tanggal 4 November 2002, TBY secara resmi menjadi UPT Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY dengan memiliki fungsi pelaksanaan operasional sebagai kewenangan Dinas dalam hal pengembangan, pusat dokumentasi, etalase dan informasi seni budaya dan pariwisata.

Gedung Taman Budaya “Purna Budaya” akhirnya diserahkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi DIY kepada UGM dengan Berita Acara Penyerahan tahun 2005, dan semenjak itu seluruh aktivitas Taman Budaya berada di kompleks Gedung Kesenian Sositet.

TBY Sebagai Jendela Yogyakarta
Kegiatan yang berlangsung di gedung TBY adalah sebagai tempat berkumpul, bersenang-senang dan rekreasi bagi keluarga militer yang bertempat tinggal di lingkungan Loji, baik itu yang berada di Loji Kecil maupun Loji Besar. Pada setiap hari Sabtu dan Minggu atau pada hari-hari penting lainnya misalnya hari kelahiran Ratu Wilhelmina, di gedung ini digelar pertunjukan-pertunjukan seperti sulap, tonel Sam Pek Eng Thay, Hamlet, konser musik dan dansa, juga dipakai untuk bermain musik oleh para keluarga militer. Di samping dipakai untuk bersenang-senang, Militer Societeit juga dipakai untuk berlatih bermain anggar.

Galery lukisan di TBY
Pada tahun 1996 setelah direnovasi, Gedung Militair Sosieteit diserahkan pengelolaannya oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan kepada TBY sebagai UPT Ditjenbud Depdikbud untuk tugas-tugas pengembangan dan pengelolaan seni budaya di propinsi. Agar lebih mudah diingat dan diucapkan serta sesuai fungsinya untuk menggelar karya seni budaya maka sebutan gedung Militair Societeit diganti menjadi “Gedung Kesenian Sositet”.

Letak geografis kawasan Taman Budaya di kawasan cagar budaya Benteng Vredeburg sangat strategis. Sebelah Utara berbatasan dengan jalan Pabringan, dengan Benteng Vredeburg di sebelah barat, dengan jalan P. Senopatidi sebelah selatan dan jalan Sriwedani di wilayah Timur. Lokasi Taman Budaya yang vital yaitu di pusat kota Yogyakarta akan menjamin kemudahan aksesbilitas publik.

Kegiatan Taman Budaya Yogyakarta saat ini didukung sumber daya manusia cukup memadai. Latar belakang pendidikan sebagian dari sekolah dan perguruan tinggi seni. Beberapa sumber daya manusia dikenal sebagai public figure (perupa, musikus, penari, pekerja). Dengan Motto: The Window of Yogyakarta yang artinya Jendela Yogyakarta inilah mendasari pelbagai program-program Taman Budaya dalam pengembangan dan pengelolaan seni budaya, pusat dokumentasi dan informasi, laboratory serta etalase seni budaya.

Salah satu aktivitas seniman Jogja di TBY
Bagi Taman Budaya, Yogyakarta adalah sebuah eksisten yang berada dalam rumah kaca globalisasi. Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari kondisi lokalitasnya, dimana warisan tradisional masa lalu masih menjadi praktek budaya dan sosial masyarakat Yogyakarta. Namun dengan ditandai adanya modernisasi dan teknologi serta keterbukaan informasi, maka Yogyakarta kini berada dalam medan pergulatan pelbagai arah tradisi dan modernitas yang mengalami dialektikanya. Inilah realitas hari ini yang menjadi titik pandang Taman Budaya dalam melihat Yogyakarta dalam konteks sekarang menjadi ruang lingkup aktivitas dan kegiatan Taman Budaya dalam pengembangan dan pengelolaan seni budaya.

Kegiatan ini berwujud Pergelaran dan Festival Seni Pertunjukan seperti Seni Tari, Musik, Karawitan, Pedalangan, Teater, dan Sastra, serta Pameran Seni Rupa seperti seni Lukis, Patung, Grafis, Kriya Seni, Instalasi, Multi Media dan Performance Art.

Beberapa kegiatan pergelaran dan festival seni pertunjukan yang cukup prestisius adalah: Festival Gamelan Internasional, Yogyakarta Dance Festival, Festival Kethoprak, Festiveal Teater Musim Panas, Festival Topeng Nusantara, Concert Music Orchestra, Pergelaran Pedhalangan “Jum’at Pahing”, Festival Sendari, Festival Seni Tradisi, Gamelan Meets Syntheziser Art Rock, Yogyharmonik 78, Festival Koreografi Tunggal, Pergelaran Bedhoyo Gendheng, Pergelaran Kethoprak Sumunaring Surya Ing Gagat Rahina, Pergelaran Karya Maestro, Festival Wayang Wong dan seterusnya.

Arah Menuju Museum Anak
Kegiatan dokumentasi yang dilakukan Taman Budaya Yogyakarta yang cukup penting adalah pendokumentasian profile seniman dan budayawan dalam bentuk tertulis dan audio visual serta direktori seni budaya. Direktori seni budaya merupakan kumpulan data yang akurat tentang segala unsur-unsur yang mampu mewujudkan seni budaya eksis pada suatu kurun waktu dan di dalam lokasi tertentu.

Akhirnya, keberadaan Taman Budaya sebagai sebuah institusi yang menangani kegiatan seni budaya. Pun, TBY telah banyak berbuat untuk kehidupan seni budaya di kawasan budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Realitasnya, segala disiplin kesenian harus diakomodir. Artinya, kegiatan yang ditanggung TBY sesungguhnya teramat luas, harus mencakup banyak hal; ragam bidang seni, rentang usia pelakunya serta macam bidang pendukungnya.

Harus ada peningkatan apresiasi pada kehidupan masyarakat secara terus menerus, dan ini membutuhkan dukungan dari seluruh masyarakat, begitu pun oleh para akedemisi, mahasisiwa dan penggiat seni sendiri, baik itu yang lebih terkait pada persoalan psikologis, yaitu melakukan proses yang harus selalu berkesinambungan. Pekerjaan ini menjadi sangat berbeda dengan hal yang bersifat fisik.

Komentar

Postingan Populer