MENULIS (Sekelumit Pelajaran Bersama ANBTI)
Bagaimana menuangkan ide
yang ada dalam pikiran menjadi sebuah tulisan yang sistematis, dimana pembaca
dapat tenggelam dalam esai yang kita tulis adalah persoalan pelik yang biasa
dihadapi oleh penulis. Mengorganisir suatu gagasan dalam bentuk tulisan yang
utuh bukanlah perkara instan dan mudah seperti laiknya membalik telapak tangan,
namun perlu latihan secara terus menerus. Begitu kira-kira pesan pamungkas dari
Ayu Utami yang saya tangkap. Setelah bercerita panjang dalam pelatihan
penulisan esai ANBTI 2010. Penulis esai terkadang dihadapkan pada
gagasan-gagasan universal yang mengakibatkan mereka tidak mampu menuangkan
secara sistematis maupun spesifik.
Mengorganisasi gagasan
sistematis membutuhkan pengayaan literatur yang cukup memadai dan refleksi atas
berbagai hal yang diketahuinya melalui pengalaman maupun pembacaan literatur
terkait. Maka, kegiatan membaca, merefleksikan dan menuangkan ke dalam suatu
esai adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan, dan memang harus dilakukan
secara simultan. Kepiawaian seorang penulis bukan didapatkan dari kepemilikan
potensi dalam diri, akan tetapi dari jerih payah dan latihan secara terus
menerus dalam menuangkan gagasan maupun ide menjadi esai yang baik. Ini
artinya, menjadi seorang penulis tidak hanya didukung oleh potensi individu
yang melekat dalam diri seseorang, akan tetapi lebih dari itu ketekunan,
kejelian, ketelitian, dan kemampuan yang keras dari seseorang menjadi modal
yang sangat penting untuk menjadi penulis yang berkualitas.
Selaku pembicara kedua,
Ignatius Haryanto, mengupas lebih teknis mengenai penulisan esai. Dia
menekankan, betapa tulisan esai haruslah dimulai pemaparan yang menggugah.
Tidak hanya dimaksudkan untuk memberitahukan pokok bahasan yang ingin
diungkapkan. Akan tetapi juga untuk berbicara dengan audiens yang ingin
dijangkau. Pragraf pertama harus dirumuskan dengan baik untuk dapat merebut dan
memenangkan perhatian pembaca. Jika pragraf pertama atau bahkan judul yang ada
dalam esai kita tidak mampu merebut perhatian pembaca, maka tulisan kita tidak
akan mendapatkan perhatian yang serius dan tidak mampu membangkitkan minat
pembaca. Isi awal-awal esai hendaknya dirumuskan secara sangat khusus untuk
menarik perhatian pembaca. Sehingga mereka memiliki keinginan untuk mengikuti
uraian-uraian lebih lanjut. Perhatian pembaca dapat ditarik antara lain dengan
menyajikan di dalam pragraf pembuka informasi atau pernyataan baru yang
mengejutkan atau bertentangan dengan pendapat umum, dikombinasikan dengan
penyajian argumen dan fakta-fakta yang kuat. Atau paling tidak penulis harus
menampilkan keunikan yang akan disajikan. Mengendalikan Setiap pragraf yang
memiliki komposisi yang baik harus memiliki suatu gagasan pengendali yang
jelas. Berupa suatu gagasan pokok yang pada umumnya dikemukakan melalui penyajian
kalimat pertama yang akan didukung dan dijelaskan oleh semua kalimat yang lain
di dalam paragraf yang bersangkutan. Suatu paragraf yang baik harus berkembang
dan berpusat pada suatu gagasan sentral yang akan mengendalikan seluruh
organisasi paragraf.
Terkadang penulis membuka
pragraf melalui kalimat yang secara khusus dirancang dan didesain untuk
mengungkapkan suatu topik pragraf. Berupa suatu pernyataan umum yang disajikan
pada awal penyajian suatu paragraf dan didukung oleh kalimat-kalimat lain yang mengikutinya.
Setiap pragraf memiliki suatu struktur logis yang bersumber di dalam gagasan
pokok pragraf. Penyajian kalimat-kalimat secara berturut-turut dan aliran
penyajian gagasan-gagasan menyusul penyajian kalimat pragraf pembuka
dimaksudkan untuk mengendalikan struktur kelogisan. Akhirnya, saya hanya ingin
menegaskan kembali perkataan Ayu Utami, bahwa kemampuan seseorang dalam menulis
esai yang baik tidak hanya didukung dengan potensi yang ada dalam diri
seseorang. Lebih dari itu. Hal yang paling penting adalah berlatih secara terus
menerus dan berkelanjutan.
Komentar