Teori Pembaharu Habermas
Judul Buku : Kritik Idiologi
Penulis : F. Budi Hardiman
Penerbit : Kanisius
Cetakan : 2009
Tebal : 236 halaman
Jurgen Habermas tidak diragukan lagi merupakan filsuf Jerman terpenting
dewasa ini. Tulisan-tulisannya sejak lebih dari 20 tahun dibicarakan di
fakultas-fakultas filsafat Eropa kontinental. Sejak tahun 1970-an semakin
daripadanya banyak diterjemahkan juga ke dalam bahasa Inggris dan bahasa lain.
Mempelajari Habermas bukan pekerjaan mudah. Gagasan-gagasannya biasanya
tidak diutarakannya secara langsung, melainkan selagi membahas pikiran orang
lain. Dengan leluasa ia berdialog dengan Thomas Aquinas dan Kant, dengan Fichte,
Hegel, Marx dan Comte, dengan Freud dan Dilthey, dengan Pierce, Kohlberg dan
banyak tokoh lain.
Itulah yang membuat membaca tulisan Habermas menjadi begitu berat. Seringkali
kita merasa seakan-akan langus dilemparkan ke dalam sebuah pembicaraan yang
sedang berjalan, di mana semua istilah khusus diandaikan diketahui. Habermas
tidak ambil pusing menjelaskan kepada pembaca tentang metode pendekatannya. Bahasanya
sulit dan sangat teknis. Ia hanya dapat dimengerti apabila seluruh latar
belakang permasalahan, gagasan-gagasan utama orang yang dibahas, serta bahasa
yang dipakai, sudah diketahui. Sering kita semula ragu tentang apa yang
sebenarnya dicarinya. Tulisan-tulisannya membuat kesan tidak fokus, bicara
tentang ini dan itu. Buku-bukunya pada umumnya terdiri dari tulisan-tulisan
terpisah.
Tetapi apabila kita berhasil mengatasi kesulitan pertama, membaca Habermas
amat mengasyikkan. Karena kita makin terpesona oleh fokus yang menyatukan
pikirannya yang tampak merentang ke segala arah, yaitu pencarian sebuah teori
yang secara memadai merumuskan syarat-syarat nyata perwujudan sebuah
masyaraakat yang bebas dari penindasan. Ia mencoba mengembangkan sebuah teori
kritis.
Kehadiran buku ini, menyajikan pemikiran Jurgen Habermas seputar
pengembangan sebuah teori kritis masyarakat secara mendalam dan mendasar. Penulis,
F. Budi Hardiman, juga memberi penguraian atas filsafat sains kontemporer, ilmu-ilmu
sosial kritis dan berbagai problem kemanusiaan dalam masyarakat akibat dominasi
sistem ekonomi kapitalis, seperti; alienasi, marginalisasi, dan hegemoni sains.
Filsafat kritis yang merupakan salah satu aliran utama filsafat abad ke-20,
di samping fenomenologi dan filsafat analitis. Filsafat kritis mendapat
inspirasinya dari kritik ideologi yang dikembangkan Marx sewaktu muda, dalam
tahap pemikirannya yang sering disebut Hegelian Muda. Tokoh-tokohnya adalah Max
Horkheimer dan Theodor W. Adorno bersama rekan-rekan mereka yang pernah bekerja
pada Institut Penelitian Sosial Universitas Franfurt, dan oleh karena itu juga
disebut Mazhab Frankrut.
Teori kritis masyarakat, mulai dikenal publik dalam tahun enam puluhan
karena beberapa dari pikiran-pikirannya terutama melalui slogan-slogan tajam
salah seorang anggotanya, Herbert Marcuse-menjadi pekik perjuangan para
mahasiswa ‘kiri baru’ tahun-tahun terakhir.
Sebenarnya Horkheimer telah merumuskan program usaha teoretisnya dalam
karangannya yang berjudul ‘teori tradisional dan kritis’ yang terbit tahun 1937
dalam majalah Zeitschrift fur Sozialforschung. Waktu itu karangan yang sangat
penting itu tidak mendapat perhatian. Di dalamnya Horkheimer menelanjangi pola
tradisional teori-teori filsafat dan ilmu-ilmu manusia sebagai kontemplatif, afirmatif,
dan oleh karena itu ideologis. Terhadapnya dilawankan pola sebuah teori yang
membongkar pengandaian-pengandaian terselubung teori-teori kontemplatif yang
pura-pura objektif dan membuka bahwa teori-teori itu sebenarnya sama sekali
tidak objektif, melainakan melindungi dan melegitimasikan kepentingan kekuasaan.
Dengan demikian, realitas yang ditandai oleh penindasan-penindasan
tersembunyi mulai ditentang sendiri. Teori kritis, justru sebagai teori, menjadi
praktis; ia menjadi usaha emansipatif. Horkheimer dan Adorno kemudian
mengembangkan pendekatan itu menjadi kritik menyeluruh terhadap masyarakat
industri Barat. Makin masyarakat industri modern menjadi masyarakat konsumsi
berlimpah serta berhasil melarutkan pertentangan-pertentangan antar kelas
sosial, makin totallah masyarakat itu, dalam pandangan teori kritis masyarakat,
dikuasai oleh prinsip dasar kapitalisme, yakni prinsip tukar. Kekuasaan halus
prinsip tukar itu sedemikian total sehingga usaha-usaha pembebasan pun hanya
akan memperkuatnya. Horkheimer dan
Adorno menjadi semakin pesimistis.
Pada tahun 1954 Habermas
menjadi asisten ilmiah pada Institut Penelitian Sosial di Frankfurt. Horkheimer
dan Adorno adalah dua gurunya yang paling penting. Dari mereka ia mendapat
pendekatan yang sampai hari ini menjadi ciri khas pemikirannya; pendekatan
kritis dan ‘materialistik’. Kritis dalam arti bahwa sebuah teori hanyalah benar
sebagai kritik terhadap belenggu ideologi teori-teori terdahulu, jadi sebagai
usaha teoritis yang sekaligus praktis emansipatif. ‘Materialistik’ bukan dalam
arti materialisme metafisik, melainkan sebagai usaha untuk selalu menggali akar
distorsi-distorsi ideologi dalam kondisi real kehidupan manusia, terutama dalam
susunan hubungan produksi.
Akan tetapi, gaya Habermas berfilsafat sekaligus juga sangat berbeda dari
gaya berfilsafat kedua gurunya itu. Habermas
tidak pesimistis. Ia tidak mengambil alih kecurigaan mereka terhadap teknologi
dan teori ilmu pengetahuan modern. Sebaliknya, Habermas menganggap teknik dan
ilmu pengetahuan sebagai tenaga produktif terpenting dalam bagian kedua abad
kedua puluh. Dan untuk mengembangkan serta memantapkan teori kritis masyarakat
secara teoritis, ia justru memakas teori-teori ilmu pengetahuan yang paling
canggih.
Refleksinya atas salah satu
unsur terpenting teori kritis masyarakat klasik, yaitu hubungan antara
perumusahn teori dengan kepentingan ideologis, membawa Habermas pada pembedaan
antara ilmu-ilmu empiris-analitis di satu pihak, dan ilmu-ilmu historis-hermeneutis
di lain pihak. Distorsi ideologis terjadi apabila kepentingan yang memberi arah
dasar pada ilmu-ilmu empiris-analitis, yaitu kepentingan akan penguasaan alam, melimpah
ke dalam wilayah ilmu-ilmu historis-hermeneutis. Ilmu-ilmu historis-hermeneutis
sebenarnya didasari oleh kepentingan akan komunikasi yang berhasil.
*) Tulisan ini dimuat di
Seputar Indonesia, 14 Juni 2009
Komentar